Minggu, 07 Juni 2015

Feature



Bekerja Ganda di Usia Senja

            Lelaki yang lahir 56 tahun silam ini, merupakan putra daerah dari Daik. Beliau merantau ke Tanjungpinang, kemudian Tuhan menggariskan takdir lelaki ini untuk menghabiskan seluruh hidupnya sebagai penyapu jalanan di kota gurindam ini. Beliau tinggal di belakang daerah Pamedan seorang diri.
Muhammad Harun Hasan atau kerap disapa Bapak Harun ini tinggal seorang diri. Beliau tidak lagi mempunyai istri dan hanya mempunyai dua orang anak laki-laki yang kini hidup terpisah dengannya. Anak pertamanya bernama Agus Hamdardi yang saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas di Pekanbaru. Anak keduanya bernama Suryansyah yang saat ini bekerja di pabrik kopi kapal tanker Tanjungpinang. Kedua anaknya itu hidup terpisah darinya dikarenakan mereka ingin mencari ilmu dan ingin hidup mandiri. Rasa terasing dan kesepian kerap kali beliau rasakan. Jauh dari anak-anaknya bukanlah hal yang mudah untuk dijalani, akan tetapi demi masa depan anaknya, ia  rela menikam rasa kesepian itu.
Agus Hamdardi anak pertama Pak Harun, kini sedang menjalankan kuliah semester terakhir. Agus mengerti bahwa gaji yang didapatkan bapaknya tidaklah cukup untuk membiayai semua keperluan kuliah dan kehidupannya di tanah rantauan itu. Oleh karena itu, ia kuliah sambil bekerja untuk membantu bapaknya membiayai uang kuliahnya dan keperluan hidup sehari-hari.
Berbeda dengan abangnya yang kuliah, Suryansyah anak bungsu Pak Harun lebih memilih langsung bekerja setelah ia menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA). Ia memilih hidup mandiri dengan tinggal di rumah kos-kosan. Hal ini dilakukannya selain ingin hidup mandiri juga dikarenakan agar tidak jauh dari tempatnya bekerja. Ia menghidupi dirinya sendiri dan juga memberikan uang hasil jerih payahnya itu kepada sang bapak tercinta. Pak Harun sangat bangga dengan kedua anaknya itu. Hidup yang sulit tidak membuat mereka menyerah untuk menggapai cita-cita yang diimpikan.
Pada hari itu, subuh masih menyisakan embun yang bergelayut di dedaunan. Ketika orang-orang masih berada di balik selimutnya, tepat saat azdan subuh dikumandangkan oleh muazin, lelaki berusia 56 tahun ini bangun dari peristirahatannya dan pergi menuju kamar mandi kemudian melaksanakan shalat subuh. Lelaki yang kini memasuki usia senja itu harus melaksanakan pekerjaannya sebagai penyapu jalanan seusai melaksanakan shalat subuh. Rasa kantuk yang masih menyergapnya tidak membuat lelaki berwajah ramah dan murah senyum ini membatalkan niatnya untuk bekerja.
            Seusai mandi dan shalat Subuh, Pak Harun berkemas-kemas menyiapkan peralatan untuk menyapu. Beliau melangkahkan kaki keluar rumah menuju Lapangan Pamedan tempatnya bekerja. Cuaca cerah pagi itu seakan menyemangati Pak Harun untuk menyapu. Lelah yang dirasakan, beliau sembunyikan dan tak menghalangi dirinya untuk mulai  menyapu. Pekerjaan rutin yang dilakukan setiap hari ini sudah dijalankannya selama 14 tahun. Tanpa kenal lelah dan bosan, beliau terus menyapu dan menjaga kebersihan lingkungan tempatnya bekerja.
            Sesampainya di Lapangan Pamedan,  mata sayunya terus melemparkan pandangan ke seluruh penjuru di kawasan itu, untuk melihat sampah-sampah yang berserakan. Setelah itu beliau mulai menyapu hingga tak ada lagi sampah-sampah yang kebanyakan adalah sampah dedaunan yang jatuh. Peluh bercucuran dari dahinya. Beliau tampak kelelahan namun harus tetap melanjutkan menyapu jalanan.
            Bapak dua orang anak ini adalah orang pertama yang bekerja sebagai penyapu di daerah tersebut. Tak heran jika 14 tahun adalah waktu yang cukup lama untuk beliau mengabdikan dirinya sebagai seorang tukang sapu. Namun, 14 tahun bukanlah waktu yang cukup untuk beliau memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya.
            Awal mula menjadi  tukang sapu, beliau membuat gubuk kayu di sekitar Lapangan Pamedan sebagai tempat tinggalnya. Cukup lama beliau bertahan bersama anaknya di gubuk sederhana itu, sehingga atas kesabaran dan kegigihannya dalam bekerja selama 14 tahun itulah Pemerintah Tata Kota yang mempekerjakannya memberikan sebuah kamar petak yang lebih layak untuk ditempati. Beliau sangat bersyukur sekali atas perhatian pemerintah yang memberikan kamar petak gratis itu, meskipun kini beliau hanya tinggal sendirian.
            Selain bekerja sebagai seorang tukang sapu, Pak Harun juga memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingannya adalah sebagai tukang parkir di Lapangan Pamedan. Beliau bersama temannya dipercaya untuk menjaga kendaraan-kendaraan mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) yang dititipkan di sana, sementara mahasiswa-mahasiswa tersebut menaiki bus ke kampusnya. Terkadang beliau bergantian dengan temannya untuk menjaga parkir. Beliau sangat berhati-hati sekali menjaga kendaraan-kendaraan yang terparkir di tempat itu. Rasa khawatir akan hilangnya kendaraan atau helm kerap kali datang, namun untungnya sampai saat ini belum ada barang yang hilang terutama di saat kendaraan-kendaraan tersebut berada dalam pengawasannya.
            Sebagai seorang tukang sapu, beliau menyapu sampah dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore. Setelah menyapu di pagi hari, beliau melanjutkan pekerjaannya menjadi tukang parkir. Di sela-sela menjaga kendaraan itulah beliau pakai waktunya untuk mengistirahatkan diri sejenak di bawah pohon rindang. Kemudian, saat tiba sore hari sekitar pukul 16:00 WIB, beliau melanjutkan kembali menyapu jalanan di daerah tersebut hingga selesai. Setelah itu barulah beliau pulang untuk beristirahat dan mengumpulkan kembali segenap tenaga yang telah hilang pada hari itu.
            Penghasilannya sebagai seorang tukang sapu dan tukang parkir itulah yang menghidupkannya dan kedua anaknya sampai saat ini. Meski kini anak-anaknya sudah mampu mencari uang sendiri, namun beliau tak lantas melupakan tanggungjawabnya sebagai seorang bapak.
            Hujan dan panas tak menjadi penghalang untuk Pak Harun terus bekerja. Kedua putranya adalah obat mujarab untuk menghilangkan kepenatannya. Kedua putranya itulah yang menjadi alasannya untuk terus bertahan menjalani kehidupan, meski tanpa seorang istri untuk menemaninya ketika kesepian menghadang. Kedua putranya tercinta tak pernah lupa dengan lelaki tua yang telah lanjut usia itu. Mereka kerap kali mengunjungi bapaknya  untuk mengobati kesepian dan kerinduan. Bahkan tak jarang mereka memberikan uang hasil kerja mereka kepada bapaknya. Percaya kepada kasih sayang Tuhan dan keluarga serta selalu bersabar adalah modal utama Pak Harun dan keluarganya dalam menjalani kehidupan yang penuh suka dan duka ini.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar