Bekerja Ganda di Usia Senja
Lelaki
yang lahir 56 tahun silam ini, merupakan putra daerah dari Daik. Beliau
merantau ke Tanjungpinang, kemudian Tuhan menggariskan takdir lelaki ini untuk menghabiskan
seluruh hidupnya sebagai penyapu jalanan di kota gurindam ini. Beliau tinggal di belakang
daerah Pamedan seorang diri.
Muhammad Harun Hasan atau kerap disapa Bapak
Harun ini tinggal seorang diri. Beliau tidak lagi mempunyai istri dan hanya mempunyai
dua orang anak laki-laki yang kini hidup terpisah dengannya. Anak pertamanya
bernama Agus Hamdardi yang saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu
universitas di Pekanbaru. Anak keduanya bernama Suryansyah yang saat ini
bekerja di pabrik kopi kapal tanker Tanjungpinang. Kedua anaknya itu hidup
terpisah darinya dikarenakan mereka ingin mencari ilmu dan ingin hidup mandiri.
Rasa terasing dan kesepian kerap kali beliau rasakan. Jauh dari anak-anaknya
bukanlah hal yang mudah untuk dijalani, akan tetapi demi masa depan anaknya,
ia rela menikam rasa kesepian itu.
Agus Hamdardi anak pertama Pak Harun, kini
sedang menjalankan kuliah semester terakhir. Agus mengerti bahwa gaji yang
didapatkan bapaknya tidaklah cukup untuk membiayai semua keperluan kuliah dan
kehidupannya di tanah rantauan itu. Oleh karena itu, ia kuliah sambil bekerja
untuk membantu bapaknya membiayai uang kuliahnya dan keperluan hidup
sehari-hari.
Berbeda dengan abangnya yang kuliah,
Suryansyah anak bungsu Pak Harun lebih memilih langsung bekerja setelah ia
menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA). Ia memilih hidup mandiri dengan tinggal
di rumah kos-kosan. Hal ini dilakukannya selain ingin hidup mandiri juga
dikarenakan agar tidak jauh dari tempatnya bekerja. Ia menghidupi dirinya
sendiri dan juga memberikan uang hasil jerih payahnya itu kepada sang bapak
tercinta. Pak Harun sangat bangga dengan kedua anaknya itu. Hidup yang sulit
tidak membuat mereka menyerah untuk menggapai cita-cita yang diimpikan.
Pada hari itu, subuh masih menyisakan embun
yang bergelayut di dedaunan. Ketika orang-orang masih berada di balik
selimutnya, tepat saat azdan subuh dikumandangkan oleh muazin, lelaki berusia
56 tahun ini bangun dari peristirahatannya dan pergi menuju kamar mandi
kemudian melaksanakan shalat subuh. Lelaki yang kini memasuki usia senja itu
harus melaksanakan pekerjaannya sebagai penyapu jalanan seusai melaksanakan
shalat subuh. Rasa kantuk yang masih menyergapnya tidak membuat lelaki berwajah
ramah dan murah senyum ini membatalkan niatnya untuk bekerja.
Seusai
mandi dan shalat Subuh, Pak Harun berkemas-kemas menyiapkan peralatan untuk menyapu.
Beliau melangkahkan kaki keluar rumah menuju Lapangan Pamedan tempatnya bekerja.
Cuaca cerah pagi itu seakan menyemangati Pak Harun untuk menyapu. Lelah yang
dirasakan, beliau sembunyikan dan tak menghalangi dirinya untuk mulai menyapu. Pekerjaan rutin yang dilakukan setiap
hari ini sudah dijalankannya selama 14 tahun. Tanpa kenal lelah dan bosan,
beliau terus menyapu dan menjaga kebersihan lingkungan tempatnya bekerja.
Sesampainya di Lapangan
Pamedan, mata sayunya terus melemparkan
pandangan ke seluruh penjuru di kawasan itu, untuk melihat sampah-sampah yang
berserakan. Setelah itu beliau mulai menyapu hingga tak ada lagi sampah-sampah
yang kebanyakan adalah sampah dedaunan yang jatuh. Peluh bercucuran dari
dahinya. Beliau tampak kelelahan namun harus tetap melanjutkan menyapu jalanan.
Bapak dua orang anak ini
adalah orang pertama yang bekerja sebagai penyapu di daerah tersebut. Tak heran
jika 14 tahun adalah waktu yang cukup lama untuk beliau mengabdikan dirinya
sebagai seorang tukang sapu. Namun, 14 tahun bukanlah waktu yang cukup untuk
beliau memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya.
Awal mula menjadi tukang sapu, beliau membuat gubuk kayu di sekitar
Lapangan Pamedan sebagai tempat tinggalnya. Cukup lama beliau bertahan bersama
anaknya di gubuk sederhana itu, sehingga atas kesabaran dan kegigihannya dalam
bekerja selama 14 tahun itulah Pemerintah Tata Kota yang mempekerjakannya
memberikan sebuah kamar petak yang lebih layak untuk ditempati. Beliau sangat
bersyukur sekali atas perhatian pemerintah yang memberikan kamar petak gratis
itu, meskipun kini beliau hanya tinggal sendirian.
Selain bekerja sebagai
seorang tukang sapu, Pak Harun juga memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan
sampingannya adalah sebagai tukang parkir di Lapangan Pamedan. Beliau bersama
temannya dipercaya untuk menjaga kendaraan-kendaraan mahasiswa Universitas
Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) yang dititipkan di sana, sementara
mahasiswa-mahasiswa tersebut menaiki bus ke kampusnya. Terkadang beliau
bergantian dengan temannya untuk menjaga parkir. Beliau sangat berhati-hati
sekali menjaga kendaraan-kendaraan yang terparkir di tempat itu. Rasa khawatir
akan hilangnya kendaraan atau helm kerap kali datang, namun untungnya sampai
saat ini belum ada barang yang hilang terutama di saat kendaraan-kendaraan
tersebut berada dalam pengawasannya.
Sebagai seorang tukang
sapu, beliau menyapu sampah dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore. Setelah
menyapu di pagi hari, beliau melanjutkan pekerjaannya menjadi tukang parkir. Di
sela-sela menjaga kendaraan itulah beliau pakai waktunya untuk mengistirahatkan
diri sejenak di bawah pohon rindang. Kemudian, saat tiba sore hari sekitar
pukul 16:00 WIB, beliau melanjutkan kembali menyapu jalanan di daerah tersebut
hingga selesai. Setelah itu barulah beliau pulang untuk beristirahat dan
mengumpulkan kembali segenap tenaga yang telah hilang pada hari itu.
Penghasilannya sebagai
seorang tukang sapu dan tukang parkir itulah yang menghidupkannya dan kedua
anaknya sampai saat ini. Meski kini anak-anaknya sudah mampu mencari uang
sendiri, namun beliau tak lantas melupakan tanggungjawabnya sebagai seorang
bapak.
Hujan dan panas tak menjadi
penghalang untuk Pak Harun terus bekerja. Kedua putranya adalah obat mujarab
untuk menghilangkan kepenatannya. Kedua putranya itulah yang menjadi alasannya
untuk terus bertahan menjalani kehidupan, meski tanpa seorang istri untuk
menemaninya ketika kesepian menghadang. Kedua putranya tercinta tak pernah lupa
dengan lelaki tua yang telah lanjut usia itu. Mereka kerap kali mengunjungi
bapaknya untuk mengobati kesepian dan
kerinduan. Bahkan tak jarang mereka memberikan uang hasil kerja mereka kepada
bapaknya. Percaya kepada kasih
sayang Tuhan dan keluarga serta selalu bersabar adalah modal utama Pak Harun
dan keluarganya dalam menjalani kehidupan yang penuh suka dan duka ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar