Kamis, 30 April 2015

Straight News



Bangsa yang Hebat,  Bangsa yang Memartabatkan Peradaban


Prof. Datuk Wira Perdana Dr. Abdul Latief yang mengisi kuliah umum di Kampus UMRAH, tepatnya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jalan Politeknik, Senggarang, Kamis (30/4)

          Hidup di zaman serba canggih saat ini menyebabkan banyak generasi muda yang melupakan peradabannya. Padahal perlu diketahui bahwa peradabanlah yang membuat suatu bangsa akan tampak hebat di mata dunia. Hal inilah yang disampaikan oleh Prof. Datuk Wira Perdana Dr. H. Abdul Latief Abu Bakar yang mengisi kuliah umum di Kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) , tepatnya di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jalan Politeknik, Senggarang pada Kamis, (30/4).
            Prof. Datuk Wira Perdana Dr. H. Abdul Latief Abu Bakar merupakan seorang dosen di salah satu perguruan tinggi di Malaysia yang datang untuk mengisi kuliah umum hari itu. Selain Prof. Abdul Latief, pada kuliah umum tersebut juga hadir Raja Ahmad yang juga datang dari Malaysia dan Dekan FKIP, Dr. H. Abdul Malik, M.Pd. Kulliah umum ini dikuti oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta beberapa dosen FKIP.
            Pada kuliah umum tersebut, Prof. Abdul Latief menyampaikan materi mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh suatu bangsa, khususnya bangsa Melayu untuk memartabatkan peradabannya. Ia mengatakan bahwa peradaban Melayu berangkat dari perjalanan  sejarah yang diwariskan oleh suatu bangsa yang harus dijaga dan dipertahankan, sehingga peradaban itu tidak hilang dimakan zaman. Namun sangat disayangkan, hanya beberapa masyarakat Melayu saja yang menyadari betapa pentingnya memartabatkan peradaban ini.
            Pada kesempatan itu, Prof. Abdul Latief juga menyampaikan mengenai budi bahasa dan warisan tradisi seni dan budaya yang dimiliki oleh bangsa Melayu. “Bahasa Melayu adalah bahasa yang bertaraf. Kita mempunyai taraf budaya yang hebat,” ujar Prof. Abdul Latief. Namun, ia menyayangkan bahwa sebanyak 80% pelajar dan mahasiswa tidak menjaga dan menghayati tradisi budaya Melayu yang kita miliki ini. Ia juga menegaskan bahwa sebagai bangsa Melayu yang hebat, kita harus menghayati tradisi seni dan melayu yang ada.
            “Kita harus belajar menghayati tradisi seni dan budaya  dengan cara mengenalnya terlebih dahulu, kemudian memahami tradisi tersebut, lalu mempelajari secara seksama, setelah itu kita amalkan dan sebarkan tradisi itu,” jelas Prof. Abdul Latief.
            Prof. Abdul Latief juga mengatakan bahwa seluruh masyarakat  bangsa Melayu harus mengetahui tentang diri masyarakat itu sendiri. Masyarakat bangsa Melayu harus mengetahui bahwa jati diri Melayu itu serumpun. Artinya, seluruh masyarakat Melayu, baik itu Malaysia, Kepulauan Riau, dan Melayu dari mana saja merupakan satu kesatuan yang disebut dengan serumpun. Jadi, menurutnya sebagai bangsa yang serumpun, sudah sepatutnya kita saling menghargai dan bertoleransi satu sama lain agar peradaban Melayu tidak hilang.
            “Kita harus mempertahankan peradaban Melayu, sebab semakin ke sini peradaban Melayu bukannya semakin tinggi tetapi malah semakin masuk ke jurang. Padahal peradaban Melayu bisa ditingkatkan andai saja masyarakatnya tidak membodohi diri sendiri,” jelasnya lagi.
           Prof. Abdul Latief mengatakan bahwa untuk menjujung tinggi peradaban, maka kita harus menghayati, mewarisi dan mengamalkan, melakukan pembinaan peradaban, serta memantapkan warisan yang kita miliki. Apabila seluruh bangsa Melayu melakukan hal-hal tersebut, maka peradaban Melayu akan terus maju dan jati diri Melayu akan selalu diakui oleh seluruh bangsa di dunia ini. (MR)
           

Rabu, 29 April 2015

Berita Seminar (Straight News)

Mari Sinergikan Kerja Sama Pengusaha dan Buruh



Empat narasumber menyampaikan materi pada seminar sehari yang diadakan Komunitas Bakti Bangsa (KBB) di Asrama Haji Tanjungpinang, Rabu (29/4)


 

         Tanjungpinang- Komunitas Bakti Bangsa (KBB) kembali mengadakan seminar sehari dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional yang jatuh pada tanggal 1 Mei mendatang. Seminar sehari ini dilaksanakan di Asrama Haji tepatnya di Jalan Pemuda, Rabu (29/4). Seminar ini membahas tentang usaha membangun sinergisitas kerja sama pengusaha dan buruh untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat.
            Seminar ini menghadirkan empat narasumber sebagai penyampai materi. Narasumber-narasumber yang mengisi materi dalam seminar itu adalah Madsihit, S.T., M.A. selaku pembina dan penegak hukum ketenagakerjaan, Cholderia Sitinjak, S.H., M.H. yang merupakan aktivis buruh, Ir. Kartika Kusumatuti selaku pengusaha, dan narasumber terakhir adalah Riyanto, M.A. selaku dosen akademis Stisipol.
            Pada seminar tersebut, Ir. Kartika Kusumatuti selaku pengusaha menjelaskan beberapa hal yang perlu dipahami mengenai hubungan kerja sama antara pengusaha dan buruh. Ia mengatakan bahwa pengusaha dan buruh merupakan dua elemen penting yang tidak dapat dipisahkan. Masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, meski dengan kepentingan yang berbeda. Pada kesempatan itu, Kartika juga menyampaikan bahwa seorang pengusaha seharusnya tidak hanya memandang buruh semata-mata hanya karena uang, melainkan pengusaha juga harus memberikan nilai-nilai entrepreneurship kepada pekerjanya.
            Selain pembahasan mengenai hubungan kerja sama antara pengusaha dan buruh, dalam seminar itu juga membahas tentang mengenal lebih dekat hubungan industrial di Indonesia yang disampaikan oleh Cholderia Sitinjak, S.H., M.H. selaku aktivis buruh. Pada kesempatannya kali itu, Cholderia mengatakan bahwa pekerjaan buruh itu adalah pekerjaan yang mulia. Menurutnya, buruh itu berada di gardu terdepan untuk melindungi perusahaan tempatnya bekerja dari bebagai kemungkinan buruk yang akan terjadi. Namun, terkadang perusahaan menutupi diri dari buruh dan hanya menjadikan buruh sebagai pekerja yang hanya menerima uang. Cholderia juga menambahkan bahwa dalam menjalin hubungan industrial, antara pengusaha dan buruh harus ada take and give yang saling menguntungkan dengan menerapkan prinsip kepercayaan, sehingga hubungan kerja sama antara keduanya terjalin lebih baik dan tidak terjadi demo-demo seperti yang telihat selama ini.
            Riyanto, M.A. merupakan pemateri terakhir pada seminar sehari ini. Ia menjelaskan mengenai hubungan sinergisitas pengusaha bersama tenaga kerja dari sudut pandang sosiologi. Ia mengatakan bahwa untuk membangun hubungan yang harmonis antara pengusaha dan buruh, maka harus ada strategi yang tepat untuk menciptakan lingkungan industrial yang bebas dari polemik. Ia mengatakan bahwa hubungan pengusaha dan buruh ini pada dasarnya adalah hubungan yang bersifat konflik fundamental yang sepihak dan eksplikatif, yang mana posisi pengusaha lebih tinggi dari pada buruh sehingga buruh terkadang hanya dipandang sebagai orang suruhan yang menerima uang.
            “Akibat dari hubungan yang bersifat sepihak ini, maka timbullah ketidakpuasan di kalangan buruh. Ketidakpuasan itu ditunjuk dengan gerakan-gerakan atau perlawanan. Adapun  penyebab dari aksi perlawanan itu yaitu berkaitan dengan  masalah upah, sudut pandang yang berbeda terhadap keberadaan masing-masing, selalu ada prasangka yang tidak baik antara keduanya, serta adanya intervensi dari pihak luar yang memperburuk hubungan keduanya,” jelas Riyanto dalam seminar itu.
            Polemik-polemik yang terjadi antara pengusaha dan buruh yang telah dijelaskan oleh para narasumber dalam seminar itu harus dicari pemecahan masalahnya. Apabila masalah ini dibiarkan begitu saja, maka dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat akan terganggu. Untuk itu, Riyanto dari sudut pandang sosiologinya mengatakan bahwa solusi yang tepat untuk memperbaiki keadaan ini adalah dengan melakukan penajaman indikator penentuan upah minimum, reformasi struktural di organisasi-organisasi buruh, dan harus ada trasnparansi komunikasi antara pengusaha dengan buruh. Solusi-solusi ini diharapkan dapat dilakukan oleh seluruh pengusaha dan buruh yang ada di Indonesia.
            Peserta seminar sehari ini dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari beberapa sekolah dan perguruan tinggi yang ada di Tanjungpinang seperti Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (Stisipol) Raja Haji Tanjungpinang, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Tanjungpinang-Bintan, dan SMA Negeri 5 Tanjungpinang.
            Antusiasme para peserta seminar sangat baik. Hal ini terlihat dengan banyaknya peserta yang memberikan pertanyaan-pertanyaan seputar masalah yang telah disampaikan oleh narasumber dalam sesi tanya jawab. Setelah sesi tanya jawab selesai, kegiatan seminar ini diakhiri dengan foto bersama serta pembagian sertifikat oleh panitia pelaksana kepada narasumber dan para peserta seminar yang hadir.
            Julianto selaku ketua pelaksana mengatakan bahwa tujuan diadakannya seminar sehari ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa dalam memaknai Hari Buruh Internasioanl yang diperingati setiap tanggal 1 Mei. Selain itu seminar ini juga bertujuan untuk memberikan pandangan kepada peserta seminar mengenai langkah-langkah yang harus dipersiapkan untuk memperbaiki kinerja buruh di Indonesia, khususnya di Tanjungpinang.
            “Semoga seminar ini memberikan manfaat kepada para peserta seminar yang hadir, serta dengan adanya seminar ini kami berharap mahasiswa tidak lagi salah kaprah dalam memaknai Hari Buruh Internasional setiap tanggal 1 Mei,” tutur Julianto selaku ketua pelaksana. (Mega)