Ibu Super Kerja Rodi Demi Si Buah Hati
Ibu satu
orang anak ini harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Sudah hampir 4
tahun ia memegang gelar sebagai single parent, setelah ia tak lagi
menjalani hubungan dengan sang suami. Bagaimanakah wanita berusia 37 tahun ini
harus menafkahi kehidupannya bersama sang buah hati?
Wanita
yang kerap disapa Is ini harus menanggung beban hidup sebagai orang tua tunggal
untuk anak laki-lakinya bernama Kafka yang sudah berusia 8 tahun. Diusia yang
tak lagi muda, ia harus bekerja ektra keras untuk menghidupi dan membesarkan
sang buah hati. Pekerjaan sebagai tukang ojek langganan, penyapu jalanan,
pembantu rumah tangga, serta penjual bakso dan sosis ia lakoni demi menyambung
hidup. Semua pekerjaan itu ia lakukan dalam satu hari sekaligus.
Tak ada
sanak saudara terdekat yang menolongnya. Ia hanya tinggal bersama anaknya di
Kota Gurindam ini. Untunglah anak semata wayangnya yang bernama Kafka itu tidak
banyak menutut ibunya untuk membeli ini dan itu seperti anak-anak pada umumnya.
Pada
mulanya, kehidupan Is sangat berkecukupan. Ia mempunyai suami asal Singapura.
Sang suami bekerja sebagai supir traktor di sana. Penghasilannya sangat cukup
untuk menghidupi Is, Kafka, dan suami. Meskipun demikian, pekerjaan yang
digeluti suaminya itu mengharuskannya untuk tidak bisa sering pulang
mengunjungi istri tercinta dan buah hatinya di Tanjungpinang. Suami Is hanya
bisa pulang sebulan atau dua bulan bahkan pernah tiga bulan sekali, itu pun tak
lama hanya sekitar seminggu saja.
Namun,
kini kehidupan Is berubah. Ia harus kerja banting tulang untuk menutupi tugas
suaminya itu. Setiap pagi ia harus menjadi tukang ojek langganan yang
mengantarkan Kafka dan anak tetangganya ke sekolah. Setelah mengantarkan anak
tetangganya ke sekolahan, ia melanjutkan kembali pekerjaannya sebagai pembantu
rumah tangga, yang hanya ditugaskan untuk memasak dan menyuci baju. Selesainya
ia mengerjakan pekerjaan tersebut, siang harinya sekitar pukul 12:00 WIB ia
harus menjemput kembali anakknya serta anak tetangga yang berlangganan ojek
dengannya di sekolah.
Tidak
berhenti sampai di situ saja. Setelah ia menggantarkan anak tetangganya itu
pulang, ia kembali bekerja. Kali ini ia bekerja di kontrakkannya di Pantai
Impian. Ia membuka warung kecil-kecilan yang menjual jajanan anak-anak seperti snack,
permen, bakso, dan sosis goreng. Hasil penjualannya itulah ia simpan untuk
keperluan mendadak di masa yang akan datang. Kerap kali Kafka membantu ibunya
melayani pembeli disela-sela waktu bermainnya.
Pada
pukul 16:00 WIB, Is menutup warungnya kemudian ia melanjutkan kembali
pekerjaannya sebagai tukang sapu. Pekerjaan ini baru ia geluti beberapa bulan
yang lalu. Sorot wajah lelahnya begitu terpampang jelas, namun tak membuatnya
untuk menghentikan pekerjaannya itu. begitupula dengan rasa malu yang kerap
kali mucul, terutama ketika ia melihat teman-temannya menyaksikan pekerjaannya
sebagai tukang ojek, pembantu rumah tangga, dan tukang sapu. Mati-matian ia
kubur rasa malu yang muncul itu. Menurutnya, jika ia mengikuti rasa lelah dan
malunya itu maka yang terjadi adalah ia takkan bisa menyekolahkan anaknya dan
membiayai semua kebutuhan hidup mereka.
Uang
hasil kerja rodinya itulah yang membuatnya bertahan sampai saat ini tanpa belas
kasihan sang suami. Sebenarnya perceraiaan Is dengan suaminya yang tak tau
keberadaannya itu belum sah di mata hukum, tetapi sudah sah di mata agama. Suaminya
pergi tanpa ada kabar apapun. Seolah-olah hilang ditelan bumi. Is sudah mencoba
menghubungi sang suami di tempatnya bekerja, namun tak jua ada kabar. Begitupun
saat Is mencoba menghubungi keluarga suaminya, tetap tak ada kabar yang
didapatkan. Is pasrah dan hanya menunggu kehadiran sang suami, hingga sampai
saat ini penantian akan kehadiran suaminya itu tak kunjung tiba. Hal inilah
yang menjadikan Is bekerja gila-gilaan untuk menutupi semua kebutuhan hidupnya
serta membayar pinjamannya di masa lalu. Untunglah Kafka, buah hati tercintanya
dengan sang suami tidak banyak menuntut. Walaupun usinya masih belia, ia sudah
cukup mengerti tentang kondisi keluarga kecilnya itu meski tanpa kehadiran sang ayah.
"Yah, meskipun lelah tapi mau bagaimana lagi, mbak? Kalau saya gak gini, yah saya dan anak pasti gak makan dan anak saya tak dapat sekolah. Yah, apapun keadaannya saya syukuri aja, semoga Allah kasih saya kesehatan dan rezeki terus. Insha Allah saya bisa menghadapi kehidupan seperti ini", ujar Is saat ditemui di kediamannya pada Minggu, (3/5). (MR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar