Senin, 11 Mei 2015

Feature



Ibu Super Kerja Rodi Demi Si Buah Hati

            Ibu satu orang anak ini harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Sudah hampir 4 tahun ia memegang gelar sebagai single parent, setelah ia tak lagi menjalani hubungan dengan sang suami. Bagaimanakah wanita berusia 37 tahun ini harus menafkahi kehidupannya bersama sang buah hati?
            Wanita yang kerap disapa Is ini harus menanggung beban hidup sebagai orang tua tunggal untuk anak laki-lakinya bernama Kafka yang sudah berusia 8 tahun. Diusia yang tak lagi muda, ia harus bekerja ektra keras untuk menghidupi dan membesarkan sang buah hati. Pekerjaan sebagai tukang ojek langganan, penyapu jalanan, pembantu rumah tangga, serta penjual bakso dan sosis ia lakoni demi menyambung hidup. Semua pekerjaan itu ia lakukan dalam satu hari sekaligus.
            Tak ada sanak saudara terdekat yang menolongnya. Ia hanya tinggal bersama anaknya di Kota Gurindam ini. Untunglah anak semata wayangnya yang bernama Kafka itu tidak banyak menutut ibunya untuk membeli ini dan itu seperti anak-anak pada umumnya.
            Pada mulanya, kehidupan Is sangat berkecukupan. Ia mempunyai suami asal Singapura. Sang suami bekerja sebagai supir traktor di sana. Penghasilannya sangat cukup untuk menghidupi Is, Kafka, dan suami. Meskipun demikian, pekerjaan yang digeluti suaminya itu mengharuskannya untuk tidak bisa sering pulang mengunjungi istri tercinta dan buah hatinya di Tanjungpinang. Suami Is hanya bisa pulang sebulan atau dua bulan bahkan pernah tiga bulan sekali, itu pun tak lama hanya sekitar seminggu saja.
            Namun, kini kehidupan Is berubah. Ia harus kerja banting tulang untuk menutupi tugas suaminya itu. Setiap pagi ia harus menjadi tukang ojek langganan yang mengantarkan Kafka dan anak tetangganya ke sekolah. Setelah mengantarkan anak tetangganya ke sekolahan, ia melanjutkan kembali pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga, yang hanya ditugaskan untuk memasak dan menyuci baju. Selesainya ia mengerjakan pekerjaan tersebut, siang harinya sekitar pukul 12:00 WIB ia harus menjemput kembali anakknya serta anak tetangga yang berlangganan ojek dengannya di sekolah.
            Tidak berhenti sampai di situ saja. Setelah ia menggantarkan anak tetangganya itu pulang, ia kembali bekerja. Kali ini ia bekerja di kontrakkannya di Pantai Impian. Ia membuka warung kecil-kecilan yang menjual jajanan anak-anak seperti snack, permen, bakso, dan sosis goreng. Hasil penjualannya itulah ia simpan untuk keperluan mendadak di masa yang akan datang. Kerap kali Kafka membantu ibunya melayani pembeli disela-sela waktu bermainnya.
            Pada pukul 16:00 WIB, Is menutup warungnya kemudian ia melanjutkan kembali pekerjaannya sebagai tukang sapu. Pekerjaan ini baru ia geluti beberapa bulan yang lalu. Sorot wajah lelahnya begitu terpampang jelas, namun tak membuatnya untuk menghentikan pekerjaannya itu. begitupula dengan rasa malu yang kerap kali mucul, terutama ketika ia melihat teman-temannya menyaksikan pekerjaannya sebagai tukang ojek, pembantu rumah tangga, dan tukang sapu. Mati-matian ia kubur rasa malu yang muncul itu. Menurutnya, jika ia mengikuti rasa lelah dan malunya itu maka yang terjadi adalah ia takkan bisa menyekolahkan anaknya dan membiayai semua kebutuhan hidup mereka.
            Uang hasil kerja rodinya itulah yang membuatnya bertahan sampai saat ini tanpa belas kasihan sang suami. Sebenarnya perceraiaan Is dengan suaminya yang tak tau keberadaannya itu belum sah di mata hukum, tetapi sudah sah di mata agama. Suaminya pergi tanpa ada kabar apapun. Seolah-olah hilang ditelan bumi. Is sudah mencoba menghubungi sang suami di tempatnya bekerja, namun tak jua ada kabar. Begitupun saat Is mencoba menghubungi keluarga suaminya, tetap tak ada kabar yang didapatkan. Is pasrah dan hanya menunggu kehadiran sang suami, hingga sampai saat ini penantian akan kehadiran suaminya itu tak kunjung tiba. Hal inilah yang menjadikan Is bekerja gila-gilaan untuk menutupi semua kebutuhan hidupnya serta membayar pinjamannya di masa lalu. Untunglah Kafka, buah hati tercintanya dengan sang suami tidak banyak menuntut. Walaupun usinya masih belia, ia sudah cukup mengerti tentang kondisi keluarga kecilnya itu  meski tanpa kehadiran sang ayah. 
            "Yah, meskipun lelah tapi mau bagaimana lagi, mbak? Kalau saya gak gini, yah saya dan anak pasti gak makan dan anak saya tak dapat sekolah. Yah, apapun keadaannya saya syukuri aja, semoga Allah kasih saya kesehatan dan rezeki terus. Insha Allah saya bisa menghadapi kehidupan seperti ini", ujar Is saat ditemui di kediamannya pada Minggu, (3/5). (MR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar